my short story I : terima kasih

on Sunday 12 December 2010
Gadis cantik itu mengidap penyakit leukimia dan didiagnosa dokter sudah tidak bisa disembuhkan lagi. Ia sudah putus asa karena merasa orang-orang di sekitarnya sudah tidak peduli dengannya. Sejak orangtuanya bercerai, mamanya selalu sibuk mengurusi bisnisnya dan hanya sedikit waktu yang diluangkan untuk anaknya. Kekasihnya ia rasa juga sudah tidak bisa menerima keadaannya lagi. Sampai pada suatu sore, ia duduk memandang langit dari atas gedung rumah sakit. Berkata sendiri untuk seorang temannya yang sudah jauh di sana.
“Kalo aku sudah bisa kesana, kamu harus menyambut aku dengan senyum ya, Fiq. Karena hanya senyummu yang bisa ku ingat di sini sekarang. Kalo ada kamu mungkin aku masih bisa tertawa ya karena leluconmu,” Gadis itu tertawa kecil mengenang masa lalu.
“ Sekarang Iraz aja udah nggak bisa nerima aku. Dia butuh perhatianku tapi aku malah nyuruh dia perhatikanku. Aku memang nggak adil sama dia. Aku nggak bisa berikan dia apa yang dia inginkan.”
Tanpa ia sadari kekasihnya, Iraz, ternyata sedari tadi ada di belakangnya menahan tangis melihatnya berbicara seperti itu. Dengan penuh kasih sayang kemudian Iraz memeluk gadis itu itu.
“Aku nggak mau kehilangan kamu sayang. Aku sangat mencintai kamu. Kamu harus tetap temani aku di sini,” kata Iraz.
Gadis itu mencoba melepas pelukan kekasihnya.
“Aku sudah siap jika suatu hari nanti bisa pergi. Kamu nggak usah khawatir karena aku punya teman baik di sana. Karena di sini aku memang sudah nggak punya teman. Kamu sendiri juga sudah membuangku,” kata gadis itu.
“Nggak sayang. Aku nggak kuat kehilangan kamu,” tak kuasa menahan tangis akhirnya ia menangis juga.
“Aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Untuk apalagi kamu mencintaiku. Masih banyak gadis lain disana yang lebih pantas kamu cintai,” lanjut gadis itu.
“Alena, dengarkan aku. Selama ini aku tidak pernah mencoba menjauh dari kamu sayang. Aku tidak pernah mencoba untuk meninggalkan kamu dalam keadaan seperti ini. Aku hanya berpikir bagaimana caranya supaya kamu bisa sembuh. Ya sayaang. Jangan pernah berkata seperti itu lagi. Aku akan bantu kamu cari pengobatan lain,”
“Tapi sudah nggak bisa sayaang,” Alena ikut menangis.
“Bisa. Pasti bisa. Dokter nggak berhak buat keputusan seenaknya. Dengarkan aku, kamu harus ikut aku ke suatu tempat. Di sana kita coba buat pengobatan kamu. Sayang kamu mau?”
“Aku sudah capek sayang. Aku sudah capek menjalani berbagai perawatan ini itu. Mungkin memang sudah saatnya,”
“Nggak sayang. Kamu dengar aku? Tidak ada kata menyerah dalam kamus mu. Kamu selalu bisa dalam setiap pelajaran. Kamu selalu bisa buatku bangga. Ayolah tunjukkan lagi kalau kamu masih punya semangat itu. Kalau aku disampingmu kamu tidak akan merasa capek,” kata Iraz kembali meyakinkan.
“Baiklah. Akan aku coba. Aku akan tanya ke mama dulu,” pinta Alena.
“Nggak usah. Mama kamu udah nggak peduli sama kamu. Kamu liat sendiri kan kemarin dia nyuruh mbak Ati yang bawa kamu ke rumah sakit sedang dia hanya mengurus bisnisnya itu. Aku harus bawa kamu sekarang sayang. Nggak ada waktu lagi. Kamu harus segera sembuh,” kata Iraz sambil menghapus air mata kekasihnya itu kemudian mengangkat tubuh Alena kembali ke kamarnya.

Sekumpulan gadis sedang makan disebuah warung sambil bercanda ria. Sesakali serius, tertawa bahkan bertindak usil satu sama lain. Alena, hanya memandang sedih pemandangan itu.
“Tidakkah kamu ingin seperti mereka? Menggosip sambil bercanda. Tidakkah kamu ingat sayang betapa bahagianya kamu dan sahabat-sahabatmu itu sedang berkumpul tempo dulu. Menjelajah dari suatu tempat ke tempat lain. Menggambil gambar, meng-uploadnya dan mengomentarinya di facebook. Tidakkah kamu berpikir untuk mengulang kejadian itu kembali. Menyenangkan pastinya,”kata Iraz.
“Apa bisa aku seperti itu lagi,” kata Alena pesimis.
“Tidak ada yang bisa kalau kita tidak mau berusaha,” jawab Iraz.
Sebuah rumah sederhana berdindingkan bambu dihampiri oleh Alena dan Iraz. Pemandangan pekarangan rumah itu sangat asri dan indah. Alena terkesan dengan tempat ini.
“Ini tempat yang aku ceritakan. Kamu akan diobati disini dengan pengobatan alami tradisional oleh Ibu Ira. Ayo sayang, jangan takut. Ada aku di sini” Iraz menggandeng gadis pucat itu.
Sejenak Alena tampak ragu karena baru kali ini ia akan berobat tanpa melihat alat-alat medis yang sering ia gunakan. Namun karena Iraz telah berusaha mengajaknya ke sini, ia akan mencobanya.
Dua jam waktu berlalu. Iraz dengan setia mendampingi Alena dalam berbagai tahap penyembuhan.
“Capek ya sayang? Ayo kita istahat dulu sekalian cari makan siang,” tanya Iraz kepada Alena yang terlihat kelelahan.
“Iya sedikit capek sayang,” jawab Alena lemas.
“Tapi nggak sakit kan? Pengobatan ini akan berlangsung sampai beberapa hari. Dan kamu harus menjalaninya sampai terlihat perubahan. Setelah itu kamu bisa berobat sendiri di rumah dengan beberapa resep obatnya,” jelas Iraz sambil mengelap keringat Alena.
“Iya sayang, kamu baik sekali. Aku akan mencoba pengobatan ini untuk berikutnya. Aku mau temani aku lagi kan?” tanya Alena.
Iraz hanya tersenyum dan memeluk gadis itu.

  

Hari-hari telah Alena lalui untuk menjalani pengobatan ini. Ia merasa lelah tetapi juga merasa tubuhnya menjadi lebih baik setiap kali usai menjalani pengobatan. Iraz sangat setia menemaninya. Memang butuh waktu yang lama untuk menyembuhkan penyakit ini. Sampai pada suatu hari Alena benar-benar merasa dirinya telah sembuh. Ia sendiri yang mengatakan hal itu walaupun yang mengobatinya belum menyatakan seratus persen sembuh. Ia semakin semangat setelah ia sadar bahwa peluang untuk kesembuhannya semakin besar.
“Sayang kata Ibu Ira aku telah sembuh. Aku sehat seperti sedia kala. Aku bisa melakukan kembali apa yang aku mau. Aku bisa sayang,” Alena mengatakan itu dengan tangis bahagia.
“Aku yakin kalau kamu pasti bisa. Karena aku kenal kamu. Kamu bisa jika ada yang memotivasi kamu. Terima kasih karena kamu tetap bisa membuatku bangga,” kata Iraz.
“Aku beruntung bisa mempunyai kekasih yang sangat sabar dan perhatian. Tidak semua lelaki di dunia ini seperti kamu sayang. Maafkan aku karena sempat membuatmu kecewa. Aku tidak akan meninggalkanmu kecuali memang sudah takdir untukku. Terima kasih untuk semua yang telah engkau lakukan untukku,” Alena berkata bahagia.

0 komentar: